TANYALAH HATI NURANIMU,
APAKAH ENGKAU TERMASUK GOLONGAN ORANG-ORANG YANG IHSAN?Ihsan adalah:
“Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya,
tetapi jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Ihsan juga adalah melakukan ibadah dengan khusyuk, ikhlas dan yakin bahwa Allah senantiasa mengawasi apa yang kita lakukan.
Hadist Riwayat Muslim, ”dari Umar bin Khatab ia berkata bahwa
mengabdikan diri kepada Allah hendaklah dengan perasaan seolah-olah
kalian melihat-Nya, Maka hendaklah kalian merasa bahwa Allah melihat
kalian.”
Ihsan ( احسان )
adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan” atau
“terbaik.” Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang
menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu
membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa
sesungguhnya Allah melihat perbuatannya. Orang-orang yang sudah sampai pada taraf beribadah seperti ini disebut Muhsin.
Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu
Iman,
Islam,
dan Ihsan. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang
ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus
dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari
keislamannya.
Lalu bagaimana caranya?
Dalam mengejawantahkan ihsan bagi mahluk sosial seperti manusia,
khususnya kaum muslim ialah dengan cara berbuat baik. Karena dengan
pemahaman ihsan ini kita merasa selalu diawasi oleh Allah Yang Maha
Melihat, dengan begitu kita tidak akan mau melakukan perbuatan buruk,
kalaupun sampai terbersit maka tetap saja kita tidak akan mau
mengerjakannya disebabkan Ihsan tadi. Selain berbuat baik Ihsan juga
merupakan salah satu cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada
Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa,
kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS.Qaaf : 16-18)
“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS.Al Fajr: 14)
Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha
membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu
berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS.Al-Baqarah:284).
Dalam Al-Qur`an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan
implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia
dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat
istimewa dalam Al-Qur`an. Rasulullah pun sangat memberi perhatian
terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan
perjuangan seorang hamba. Puncak semua pengajaran yang dilakukan Rasul
pun mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan
akhlak yang mulia. Bahkan, di antara hadist-hadist mengenai ihsan
tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama
ini. Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan ketika ia menjawab
pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut
dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah
seakan- akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” [HR. Muslim]
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target
seluruh hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak
mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal
untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt.
Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh,
bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan
baik.” [HR. Muslim]
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat ihsan, serta
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran” (QS. An-Nahl: 90 )
TIGA ASPEK POKOK IHSAN
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok
bahasan dalam ihsan.
1. Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua
jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara
yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan
adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang
hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi
dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran
penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia
sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba
merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia
dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna,
sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah
maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi;
Hendaklah kamu menyembah Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri
sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang
tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad,
hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan
setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh
karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam
keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan
ihsan dalam ibadahnya.
2. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa’
ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu.”
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah
dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat
melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan
dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini
adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:
a. ihsan kepada kedua orang tua
b. ihsan kepada karib kerabat
c. ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
d. ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
e. ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
f. ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
g. ihsan dalam hal muamalah
h. ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
3. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.
Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah
melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits
yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah
seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka
sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai
oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah.
Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga
mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas
dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh
dari hasil maksimal ibadahnya– maka kita akan menemukannya dalam
muamalah kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia,
lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya
sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan dalam
sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang
mulia.”
Ciri-ciri Kelebihan Ihsan:
- Mentaati perintah dan larangan Allah SWT dengan ikhlas
- Senantiasa amanah, jujur dan menepati janji
- Merasakan nikmat dan haus akan ibadah
- Mewujudkan keharmonisan masyarakat
- Mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT.
Cara Penghayatan Ihsan Dalam kehidupan:
- Menyembah dan beribadah kepada Allah
- Memelihara kesucian aqidah tidak terbatal
- Mengerjakan ibadah fardhu ain dan sunat
- Hubungan baik dengan keluarga,tetangga dan masyarakat
- Melakukan perkara-perkara yang baik
- Mengamalkan sifat-sifat mahmudah
- Bersyukur atas nikmat Allah SWT.
Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan
akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu
akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai
pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah
tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah
naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita
semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt. mengambil ruh ini dari
kita.