Sabtu, 17 Juli 2010
RAHASIA AL-QURAN - II
AL-QUR'AN
MENENTUKAN JALAN HIDUP MANUSIA
Setelah tiga premis di atas jelas, maka harus diketahui pula bahwa Al-Quran - di sampinq memperhatikan tiga premis tersebut, yaitu manusia mempunyai tujuan yang harus dicapainya dalam perjalanan hidupnya dengan usaha dan perbuatannya, dan dia tidak mungkin mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu kecuali dengan mengikuti hukum-hukum dan tata cara tertentu serta keharusan mempelajari hukum-hukum dan tata cata itu dari buku fitrah dan penciptaan, yakni ajatan Allah - juga menentukan jalan hidup bagi manusia sebagai berikut:
Al-Quran mendasarkan jalan itu pada keimanan akan keesaan-Nya sebagai dasar pertama agama; Al-Quran menjadikan keimanan kepada akhirat dan Hari Kiamat, yaitu hari ketika orang yang baik dibalas karena kebaikannya dan yang jahat dibalas karena kejahatannya, sebagai dasar-kedua agama. Hal ini pada gilirannya membawa kepada keimanan kepada kenabian, karena perbuatan-perbuatan bisa dibalas setelah si pelakunya mengetahui ketaatan dan maksiat, yang baik dan yang buruk. Pengetahuan ini tidak akan dapat diperoleh kecuali melalui wahyu dan kenabian - sebagaimana akan kami rinci nanti. Al-Quran menjadikan keimanan kepada kenabian ini sebagai dasar ketiga agama.
Al-Quran memandang ketiga dasar ini:keimanan kepada keesaan Allah, kenabian dan akhirat sebagai dasar-dasar agama Islam.
Setelah itu, Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akhlak yang diridhai dan sifat-sifat baik yang sesuai dengan ketiga dasar tersebut, dan setiap orang beriman harus menghiasi diri dengannya. Kemudian AI-Quran menetapkan hukum-hukum perbuatan yang menjamin kebahagiaan hakiki manusia dan menyuburkan akhlak yang utama dan faktor-faktor yang mengantarkannya kepada akidah yang benar dan prinsip-prinsip pokok.
Tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang bergelimang dalam seks yang diharamkan, mencuri, berkhianat dan curang, adalah suci. Begitu pula, tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang keterlaluan dalam mencintai harta, mengumpulkan dan menyimpannya, dan tidak mau memenuhi hak-hak orang lain, adalah suci. Tidak logis pula bila kita menganggap orang yang tidak menyembah Allah dan mengingat-Nya siang dan malam, sebagai beriman kepada Allah dan Hari Akhir.
Dengan demikian, akhlak yang baik maujud karena adanya perbuatan-perbuatan baik, sebagaimana akhlak yang baik itu ada karena akidah yang benar.
Seseorang yang terbelenggu kesombongan, kebanggaan dan kecintaan kepada diri sendiri, tidak mungkin mempercayai Allah dan mengakui keagungan-Nya. Dan orang yang selama hidupnya tidak mengetahui makna keadilan, keperwiraan dan welas-asih terhadap yang lemah, tidak akan masuk ke dalam hatinya intan kepada Hari Kiamat, perhitungan dan balasan di akhirat. Tentang hubungan antara akidah yang benar dengan akhlak yang diridhai, Allah berfirman:
يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
"Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang baik dinaikkan-Nya." (QS Fathir [35]:10)
Dan tentang hubungan antara akidah dengan perbuatan, Allah berfirman:
ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاؤُوا السُّوأَى أَن كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُون
"Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah azab yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya." (QS Ar-Ruum [30]:10)
Kesimpulan dari pembicaraan di atas adalah bahwa Al-Quran mengandung sumber-sumber ketiga dasu Islam, yaitu:
DASAR DASAR AQIDAH
Ini terbagi menjadi tiga dasar agama:
tauhid,
kenabian dan akhirat,
dan akidah-akidah yang merupakan cabang darinya, seperti lauh mahfudh, qalam, qadha' dan qadar, malaikat, menghadap Allah, kursi, penciptaan langit dan bumi dan lain-lain.
Akhlak yang diridhai.
Hukum-bukum syara' dan perbuatan yang dasar-dasarnya telah dijelaskan Al-Quran, sedangkan penjelasan terincinya diserahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dan Nabi menjadikan penjelasan Ahlul Bait (keluarga)-nya sama dengan penjelasan beliau, sebagaimana diketahui dari hadits tsaqalain yang secara mutawatir diriwayatkan baik oleh kalangan Ahlus Sunnah maupun Syi'ah.[1] 1). Baca 'Abaqatul Anwar, bagian "Hadits Tsaqalain". Di situ disebutkan beratus-ratus sanad yang sampai kepada hadis tersebut.
AL-QUR'AN,
SANDARAN KENABIAN
Al-Quran menegaskan di beberapa tempat bahwa ia adalah fiirman Allah Yang Mahaagung, yang diwahyukan-Nya kepada Nabi dalam bentuk kata-kata yang kita baca dari Al-Quran. Untuk membuktikan bahwa ia adalah firman Allah, bukan hasil ciptaan manusia, dalam beberapa ayat, AI-Quran menantang semua manusia untuk mendatangkan apa pun yang menyamai Al-Quran walaupun satu ayat. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran itu berkekuatan mukjizati, yang tak seorangpun sanggup mendatangkan yang semisalnya. Allah berfirman:
أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ بَل لَّا يُؤْمِنُونَ
"Atau mereka mengatakan: 'Muhammad membuat-buatnya.' Sesungguhnya mereka tidak beriman." (QS Ath-Thuur [52]:33)
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَـذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيراً
"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang menyamai Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuatnya walaupun mereka saling membantu'." (QS Al-Isra [17]:88)
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُواْ بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُواْ مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللّهِ
"Bahkan mereka mengatakan: 'Muhammad telah membuatbuatnya.' Katakanlah: 'Datangkanlah sepuluh surat yang menyamainya'." (QS Huud [11]:13)
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُواْ مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللّهِ
"Atau mereka mengatakan bahwa Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah: 'Datangkanlah sebuah surat yang menyamai Al-Quran. “ (QS Yunus [10]:38)
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ
"Apabila kamu meragukan apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah sebuah surat yang menyamainya." (QS Al-Baqarah [2]:23)
Untuk menantang mereka tentang tiadanya pertentangan dalam Al-Quran, Allah berfirman:
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
"Tidakkah mereka itu memikirkan Al-Quran? Seandainya AlQuran itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya." (QS An-Nisaa' [4]:82)
Dengan tantangan-tantangannya ini Al-Quran menegaskan bahwa ia merupakan firman Allah, dan menjelaskan dalam banyak ayatnya bahwa Muhammad adalah seorang Rasul dan Nabi yang diutus Allah. Dengan demikian, Al-Quran merupakan sandaran bagi kenabian dan menopang pernyataan Nabi. Dari itu, Nabi diperintahkan untuk bertumpu pada kesaksian Allah tentang hal itu, yakni penegasan AI-Quran terhadap kenabiannya. Al-Quran mengatakan:
قُلْ كَفَى بِاللّهِ شَهِيداً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ
"Katakanlah: "Cukuplah Allah yang menjadi saksi antara aku dan kamu.“ (QS Ar-Raa'd [13]:43)
Di tempat lain Al-Quran mengungkapkan kesaksian malaikat, selain kesaksian Allah, tentang kenabiannya itu. Ia mengatakan:
لَّـكِنِ اللّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزَلَ إِلَيْكَ أَنزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلآئِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللّهِ شَهِيداً
"Tetapi Allah menyaksikan apa yang diturunkan-Nya kepadamu. Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat menyaksikan. Cukuplah Allah yang menjadi saksi." (QS An-Nisaa' [4]:166)
0 KOMENTAR:
Tulis Komentar