BAGIAN - II
MAKANAN DAN MINUMAN
SEJAK
dahulu kala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan
minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh.
Lebih-lebih dalam masalah makanan yang berupa binatang. Adapun masalah
makanan dan minuman yang berupa tumbuh-tumbuhan, tidak banyak
diperselisihkan. Dan Islam sendiri tidak mengharamkan hal tersebut,
kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma,
gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah
mencapai kadar memabukkan.
Begitu
juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran
dan melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh, sebagaimana akan kami
sebutkan di bawah.
Adapun soal makanan berupa binatang inilah yang terus diperselisihkan dengan hebat oleh agama-agama dan golongan.
(a). Menyembelih Dan Makan Binatang Dalam Pandangan Hindu
Ada
sementara golongan, misalnya Golongan Brahmana (Hindu) dan Filsuf yang
mengharamkan dirinya menyembelih dan memakan binatang. Mereka cukup
hidup dengan makanan-makanan dari tumbuh-tumbuhan. Golongan ini
berpendapat, bahwa menyembelih binatang termasuk suatu keganasan manusia
terhadap binatang hidup. Manusia tidak berhak untuk menghalang-halangi
hidupnya binatang.
Tetapi
kita juga tahu dari hasil pengamatan kita terhadap alam ini, bahwa
diciptanya binatang-binatang itu tidak mempunyai suatu tujuan. Sebab
binatang tidak mempunyai akal dan kehendak. Bahkan secara nalurinya
binatang-binatang itu dicipta guna memenuhi (khidmat) kebutuhan manusia.
Oleh karena itu tidak aneh kalau manusia dapat memanfaatkan dagingnya
dengan cara menyembelih, sebagaimana halnya dia juga dapat memanfaatkan
tenaganya dengan cara yang lazim.
Kita
pun mengetahui dari sunnatullah (ketentuan Allah) terhadap makhluknya
ini, yaitu: golongan rendah biasa berkorban untuk golongan atas.
Misalnya daun-daunan yang masih hijau boleh dipotong/dipetik buat
makanan binatang, dan binatang disembelih untuk makanan manusia dan,
bahkan, seseorang berperang dan terbunuh untuk kepentingan orang banyak.
Begitulah seterusnya.
Haruslah
diingat, bahwa dilarangnya manusia untuk menyembelih binatang tidak
juga dapat melindungi binatang tersebut dari bahaya maut dan binasa.
Kalau tidak berbaku hantam satu sama lain, dia juga akan mati dengan
sendirinya; dan kadang-kadang mati dalam keadaan demikian itu lebih
sakit daripada ketajaman pisau.
(b). Binatang yang Diharamkan Dalam Pandangan Yahudi dan Nasrani
Dalam
pandangan agama Yahudi dan Nasrani (kitabi), Allah mengharamkan kepada
orang-orang Yahudi beberapa binatang laut dan darat.
Penjelasannya dapat dilihat dalam Taurat (Perjanjian Lama) fasal 11 ayat 1 dan seterusnya
Bab: Imamat Orang Lewi.
Dan
oleh al-Ouran disebutkan sebagian binatang yang diharamkan buat
orang-orang Yahudi itu serta alasan diharamkannya, yaitu seperti yang
kami sebutkan di atas, bahwa diharamkannya binatang tersebut adalah
sebagai hukuman berhubung kezaliman dan kesalahan yang mereka lakukan.
Firman Allah:
وَعَلَى الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا
إِلاَّ
مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ
ذَلِكَ جَزَيْنَاهُم بِبَغْيِهِمْ وِإِنَّا لَصَادِقُونَ
"Dan
kepada orang-orang Yahudi kami haramkan semua binatang yang berkuku,
dan dari sapi dan kambing kami haramkan lemak-lemaknya, kecuali (lemak)
yang terdapat di punggungnya, atau yang terdapat dalam perut, atau yang
tercampur dengan tulang. Yang demikian itu kami (sengaja) hukum mereka.
Dan sesungguhnya Kami adalah (di pihak) yang benar." (QS al-An'am [6]: 146)
Demikianlah keadaan orang-orang Yahudi.
Sedangkan
orang-orang Nasrani sesuai dengan ketentuannya harus mengikuti
orang-orang Yahudi. Karena itu Injil menegaskan, bahwa Isa a.s. datang
tidak untuk mengubah hukum Taurat (Namus) tetapi untuk menggenapinya.
Tetapi
suatu kenyataan, bahwa mereka telah mengubah hukum Taurat itu. Apa yang
diharamkan dalam Taurat telah dihapus oleh orang-orang Nasrani --tanpa
dihapus oleh Injilnya-- mereka mau mengikuti Paulus yang dipandang suci
itu dalam masalah halalnya semua makanan dan minuman, kecuali yang
memang disembelih untuk berhala kalau dengan tegas itu dikatakan kepada
orang Kristen:
"Bahwa binatang tersebut disembelih untuk berhala."
Paulus
memberikan alasan, bahwa semua yang suci halal untuk orang yang suci,
dan semua yang masuk dalam mulut tidak dapat menajiskan mulut, yang
dapat menajiskan mulut ialah apa yang keluar dari mulut.
Mereka juga telah menghalalkan babi, sekalipun dengan tegas babi itu diharamkan oleh Taurat sampai hari ini.
(c). Menurut Pandangan Orang Arab Jahiliah
Orang-orang
Arab jahiliah mengharamkan sebagian binatang karena kotor, dan
sebagiannya diharamkan karena ada hubungannya dengan masalah peribadatan
(ta'abbud), karena untuk bertaqarrub kepada berhala dan karena
mengikuti anggapan-anggapan yang salah (waham). Seperti: Bahirah,
saaibah, washilah dan ham. Yang menjelaskannya telah kami sebutkan di
atas.
Tetapi
di balik itu, mereka banyak juga menghalalkan beberapa binatang yang
kotor (khabaits), seperti: Bangkai dan darah yang mengalir.
(d). Islam Menghalalkan Yang Baik
Islam
datang, sedang manusia masih dalam keadaan demikian dalam memandang
masalah makanan berupa binatang. Islam berada di antara suatu faham
kebebasan soal makanan dan extrimis dalam soal larangan. Oleh karena itu
Islam kemudian mengumandangkan kepada segenap umat manusia dengan
mengatakan:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ
تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
"Hai
manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan
baik, dan jangan kamu mengikuti jejak syaitan karena sesungguhnya
syaitan itu musuh yang terang-terangan bagi kamu." (QS al-Baqarah [2]: 168)
Di
sini Islam memanggil manusia supaya suka makan hidangan besar yang
baik, yang telah disediakan oleh Allah kepada mereka, yaitu bumi lengkap
dengan isinya, dan kiranya manusia tidak mengikuti kerajaan dan jejak
syaitan yang selalu menggoda manusia supaya mau mengharamkan sesuatu
yang telah dihalalkan Allah, dan mengharamkan kebaikan-kebaikan yang
dihalalkan Allah; dan syaitan juga menghendaki manusia supaya terjerumus
dalam lembah kesesatan.
Selanjutnya mengumandangkan seruannya kepada orang-orang mu'min secara khusus.
Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
إِنَّمَا
حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا
أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ
بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Hai
orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang
telah Kami berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau
betul-betul kamu berbakti kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu
bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena
Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan
tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya
Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (QS al-Baqarah [2]: 172-173)
Dalam
seruannya secara khusus kepada orang-orang mu'min ini, Allah s.w.t.
memerintahkan mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka
menunaikan hak nikmat itu, yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang
memberi nikmat. Selanjutnya Allah menjelaskan pula, bahwa Ia tidak
mengharamkan atas mereka kecuali empat macam seperti tersebut di atas.
Dan yang seperti ini disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih
tegas lagi dalam membatas yang diharamkan itu pada empat macam.
Yaitu sebagaimana difirmankan Allah:
قُل
لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ
لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ
بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
"Katakanlah!
Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal
makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah
yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor
(rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka
barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak
melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha
Belas-kasih." (QS al-An'am [6]: 145)
Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang yang diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak. Firman Allah SWT:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ
لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا
ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ
بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ
"Telah
diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang
disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati)
karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena
ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang
dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." (QS al-Maidah [5]: 3)
Antara
ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat
sebelumnya yang menetapkan 4 macam itu, samasekali tidak bertentangan.
Ayat yang baru saja kita baca ini hanya merupakan perincian dari ayat
terdahulu.
Binatang
yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan
binatang buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi
semua itu sekedar perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yang
disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan yang disembelih bukan
karena Allah. Jadi kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.
Ringkasnya: Secara global (ijmal) binatang yang diharamkan itu ada empat macam, dan kalau diperinci menjadi sepuluh.
(e). Diharamkan Bangkai dan Hikmahnya
Pertama kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat al-Quran ialah
bangkai, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu
usaha manusia yang memang sengaja disembelih atau dengan berburu.
Hati
orang-orang sekarang ini kadang-kadang bertanya-tanya tentang hikmah
diharamkannya bangkai itu kepada manusia, dan dibuang begitu saja tidak
boleh dimakan. Untuk persoalan ini kami menjawab, bahwa diharamkannya
bangkai itu mengandung hikmah yang sangat besar sekali:
(a).
Naluri manusia yang sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia pun
akan menganggapnya kotor. Para cerdik pandai di kalangan mereka pasti
akan beranggapan, bahwa makan bangkai itu adalah suatu perbuatan yang
rendah yang dapat menurunkan harga diri manusia. Oleh karena itu seluruh
agama Samawi memandangnya bangkai itu suatu makanan yang haram. Mereka
tidak boleh makan kecuali yang disembelih, sekalipun berbeda cara
menyembelihnya.
(b)
Supaya setiap muslim suka membiasakan bertujuan dan berkehendak dalam
seluruh hal, sehingga tidak ada seorang muslim pun yang memperoleh
sesuatu atau memetik buah melainkan setelah dia mengkonkritkan niat,
tujuan dan usaha untuk mencapai apa yang dimaksud. Begitulah, maka arti
menyembelih --yang dapat mengeluarkan binatang dari kedudukannya sebagai
bangkai-- tidak lain adalah bertujuan untuk merenggut jiwa binatang
karena hendak memakannya.
Jadi
seolah-olah Allah tidak rela kepada seseorang untuk makan sesuatu yang
dicapai tanpa tujuan dan berfikir sebelumnya, sebagaimana halnya makan
bangkai ini. Berbeda dengan binatang yang disembelih dan yang diburu,
bahwa keduanya itu tidak akan dapat dicapai melainkan dengan tujuan,
usaha dan perbuatan.
(c)
Binatang yang mati dengan sendirinya, pada umumnya mati karena sesuatu
sebab; mungkin karena penyakit yang mengancam, atau karena sesuatu sebab
mendatang, atau karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan
sebagainya. Kesemuanya ini tidak dapat dijamin untuk tidak membahayakan,
Contohnya seperti binatang yang mati karena sangat lemah dan kerena
keadaannya yang tidak normal.
(d)
Allah mengharamkan bangkai kepada kita umat manusia, berarti dengan
begitu Ia telah memberi kesempatan kepada hewan atau burung untuk
memakannya sebagai tanda kasih-sayang Allah kepada binatang atau
burungburung tersebut. Karena binatang-binatang itu adalah makhluk
seperti kita juga, sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran.
(e)
Supaya manusia selalu memperhatikan binatang-binatang yang dimilikinya,
tidak membiarkan begitu saja binatangnya itu diserang oleh sakit dan
kelemahan sehingga mati dan hancur. Tetapi dia harus segera memberikan
pengobatan atau mengistirahatkan.
(f). Haramnya Darah Yang Mengalir
Makanan kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas
pernah ditanya tentang limpa (thihal), maka jawab beliau: Makanlah!
Orang-orang kemudian berkata: Itu kan darah. Maka jawab Ibnu Abbas:
Darah yang diharamkan atas kamu hanyalah darah yang mengalir.
Rahasia
diharamkannya darah yang mengalir di sini adalah justru karena kotor,
yang tidak mungkin jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Dan inipun
dapat diduga akan berbahaya, sebagaimana halnya bangkai.
Orang-orang
jahiliah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam dari tulang
ataupun lainnya, lantas ditusukkannya kepada unta atau binatang dan
darahnya yang mengalir itu dikumpulkan kemudian diminum. Begitulah
seperti yang dikatakan oleh al-A'syaa dalam syairnya:
Janganlah kamu mendekati bangkaiJangan pula kamu mengambil tulang yang tajam
Kemudian kamu tusukkan dia untuk mengeluarkan darah.
Oleh
karena mengeluarkan darah dengan cara seperti itu termasuk menyakiti
dan melemahkan binatang, maka akhirnya diharamkanlah darah tersebut oleh
Allah s.w.t.
CATATAN: Untuk mengikuti lebih lanjut dan lebih detil penjelasan tentang halal dan haram ini, maka tautan "NEXT" di bawah ini akan membawa anda ke halaman untuk topik yang sama di Media Isnet.
Sumber: Dr. Yusuf Qaradhawi | Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993 | Digitalisasi: Media Isnet | Index
0 KOMENTAR:
Tulis Komentar