TANYALAH HATI NURANIMU

Rasulullah SAW bersabda; "Tanyakan pada hatimu sendiri! Kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang karenanya, sedangkan dosa adalah sesuatu yang menimbulkan keraguan dalam jiwa dan rasa gundah dalam dada, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya." [HR Imam Ahmad bin Hanbal]

MENGAPA AKU BELAJAR AL-QURAN?

Rasulullah SAW bersabda; "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. - Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Quran itu pada hari Kiamat akan memberikan syafa’at kepada pembacanya" [HR. Bukhari - Muslim]

RAHASIA DI SEKITAR DUNIA IBUKU

Rasulullah SAW bersabda; "Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: masuklah engkau dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai." [HR Imam Ahmad bin Hanbal]

SUDAH BAIKKAH SHALATKU?

Rasulullah SAW bersabda: "Yang pertama kali akan dihisab dari seseorang pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, akan baik pula seluruh amalnya. Jika shalatnya rusak akan rusak pula seluruh amal perbuatannya." [HR. At-Thabrani - Dari Anas RA]

AJARI KAMI ILMU YANG BAIK

Rasulullah SAW bersabda; "Mendidik anak lebih baik bagimu daripada setiap hari bersedekah satu sha - Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya yang lebih utama daripada (pendidikan) akhlak yang baik." [HR. At-Tirmidzi Dari Jabir bin Samurah r.a dan Amr bin Sa’id bin Ash r.a]

Selasa, 02 Juni 2009

Sunnah dan Bid'ah - 7


 
BAGIAN - VI
BID'AH DALAM AGAMA MEMECAH BELAH 
DAN MENGHANCURKAN PERSATUAN UMAT
 
Yang keenam adalah berpegang teguh pada Sunnah akan menyatukan umat sehingga membuat mereka menjadi satu barisan yang kokoh di bawah bimbingan kebenaran yang telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wassalam.. Karena, Sunnah hanya satu, sedangkan bid'ah tidak terbilang banyaknya. Kebenaran hanya satu, sedangkan kebatilan beragam warna dan bentuknya. Jalan Allah SUBHANAHU WA TA’ALA hanya satu, sedangkan jalan-jalan setan amat banyak. Dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud r.a.,[38] ia berkata, "Suatu hari, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membuat garis lurus di hadapan kami,[39] kemudian beliau bersabda, 'Ini adalah jalan Allah.' Setelah itu, beliau menggaris beberapa garis di samping kiri dan samping kanan garis yang pertama tadi, dan bersabda, 'Jalan-jalan ini (adalah selain jalan Allah), masing-masing didukung oleh setan yang menggoda manusia untuk mengikuti jalan itu.' selanjutnya, beliau membaca ayat, "Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia...." (al-An'aam:153)

Oleh karena itu, saat umat secara konsekuen mengikuti Sunnah maka saat itu mereka bersatu padu. Sementara, saat timbul beragam sekte dan mazhab maka umat terpecah menjadi lebih dari tujuh puluh golongan. Bahkan, masing-masing golongan itu pada gilirannya kembali terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Dan, masing-masing golongan dan kelompok itu meyakini bahwa mereka sajalah penganut agama Islam yang sebenarnya. Selanjutnya, masing-masing golongan itu menciptakan bid'ah tersendiri yang demikian banyak.

Sebagian bid'ah itu dalam bidang akidah hingga kadang-kadang ada yang sampai kepada kekafiran, seperti golongan yang mengingkari ilmu Allah Subhanahu Wa Ta'ala  dan berkata, "Hal ini adalah sesuatu yang baru sama sekali." Maksud ucapan mereka itu adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala  tidak mengetahui hal itu sebelumnya. Mereka itulah yang dikecam dengan keras oleh Ibnu Umar dan ia pemah berkata tentang mereka, "Sekalipun mereka melakukan amal kebaikan sebesar Gunung Uhud, (namun karena perkataan dan sikap mereka tadi) niscaya Allah Subhanahu Wa Ta'ala  tidak menerima amal perbuatan mereka itu.

Juga ada kelompok yang menganut antropomorfisme yang menyerupakan wujud Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan makhluk-Nya, mereka terkenal sebagai kelompok Musyabbihah dan Mujassimah. Di antara mereka ada yang mengingkari kodrat Allah Subhanahu Wa Ta'ala , meskipun mereka tidak mengingkari ilmu-Nya. Di antara mereka ada yang mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka, seperti kalangan Khawarij, meskipun ketekunan ibadah mereka amat mengagumkan dan meskipun dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wassalam. pernah diungkapkan tentang mereka, "Dan kalian ada yang melihat shalatnya lebih sederhana dari shalat mereka, qiyamullailnya lebih sederhana dari qiyamullail mereka, dan bacaannya lebih sederhana dari bacaan mereka."

Setelah itu, timbul kalangan tasawuf yang sebagian mereka mengungkapkan hal-hal yang sama sekali tidak dilandasi syariat, seperti berpedoman hanya kepada dzauq 'rasa' dan intuisi, bukan kepada syariat. Menurut mereka, orang tidak perlu berpegang pada apa yang difirmankan oleh Rabbnya, namun yang terpenting adalah berpedoman pada apa yang dikatakan oleh hatinya. Salah seorang dari mereka dengan bangga berkata, "Hatiku berkata kepadaku berdasarkan informasi dari Tuhanku." Karena, ia mengambil informasi langsung dari "atas". Oleh karena itu, saat dikatakan kepada salah seorang dari mereka, "Marilah kita membaca kitab Mushannaf Abdurrazzaq," ia menjawab, "Apa manfaatnya karya Abdurrazzaq itu bagi orang yang mengambil ilmunya langsung dari sang Khaliq?" Maksudnya, ia mengambil ilmunya langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala , tanpa melalui perantara!

Dari mereka ada yang berkata, "Kalian mengambil ilmu kalian dari orang yang telah mati yang mendapatkannya dari orang yang telah mati pula, sementara kami mengambil ilmu kami dari Zat Yang Maha Hidup, Yang tidak mati!" Malik dari Nafi dari Ibnu Umar, mereka semua telah mati; mata rantai riwayat emas ini (seperti dinamakan oleh para ahli hadits) bagi kalangan tasawuf dipandang sebagi mata rantai karatan yang tidak bermanfaat sama sekali.

Diantara istilah yang dikembangkan oleh mereka adalah hakikat dan syariat. Kalangan ahli syariat melihat dan memperhatikan sisi yang zahir, sedangkan kalangan ahli hakikat melihat dan memperhatikan sisi batin. Oleh karena itu, mereka berkata, "Orang yang melihat manusia dengan mata syariat, niscaya ia akan membenci mereka, sedangkan orang yang melihat manusia dengan mata hakikat, niscaya ia akan memberikan uzur (sikap memaklumi) kepada mereka."

Orang yang berzina, bermabuk-mabukan, pembuat kezaliman, dan kediktatoran, yang menyiksa manusia dan membunuh ratusan, bahkan ribuan orang, serta yang menghancurkan kampung-kampung dan kota-kota; mereka itu, jika Anda lihat mereka dengan mata syariat niscaya Anda akan membenci mereka karena syariat membenci kemungkaran, kezaliman, dan para pelakunya. Namun, jika Anda memandang mereka dengan mata hakikat, niscaya Anda akan memberikan uzur kepada mereka. Karena, meskipun mereka tidak menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala, namun pada hakikatnya mereka menjalankan iradah 'kehendak' Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala -lah yang menghendaki semua hal itu. Allah menggerakkan manusia sesuai dengan kehendak-Nya, lantas apakah Anda ingin turut campur dalam kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala? Biarkanlah kekuasaan berjalan di tangan raja, sementara manusia yang lain, biarkanlah mereka hidup sesuai dengan kehendak sang Khalik. Dengan begitu, tumbuh suburlah sikap pasif dalam menghadapi kerusakan dan penindasan, demikian juga dalam dunia pendidikan. Hingga dalam bidang yang terakhir ini, tasawuf mencabut kepribadian manusia, yaitu seperti postulat tasawuf "sikap seorang murid di hadapan syekhnya adalah seperti sikap mayat di tangan orang yang memandikannya", Siapa yang bertanya kepada syekhnya: "Mengapa?" Maka, sang murid itu tidak akan 'sampai' ke tujuannya, dan seterusnya.

Kemudian berapa banyak tarekat yang telah timbul di kolong langit ini? Jika umat Islam kita biarkan mengikuti dan menjalankan praktek bid'ah, niscaya mereka tidak akan bersatu dalam satu shaf. Umat Islam hanya dapat bersatu jika mereka berdiri di belakang Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan mengikuti kitab Allah yang muhkam dan Sunnah Rasul-Nya. Setelah mereka bersikap seperti itu, tidak menjadi masalah jika mereka kemudian berbeda pendapat dalam masalah-masalah furu' (cabang). Perbedaan pendapat dalam bidang furu' ini tidak merusak ukhuwah, juga tidak menghalangi persatuan Islam. Para sahabat sendiri banyak berbeda pendapat dalam masalah furu'[40], namun mereka tetap bersaudara, dan tetap sebagai kaum muslimin.

BAGIAN - VII
MENGINGKARI BID'AH DAN MEMERANGINYA 
ADALAH LANGKAH UNTUK MEMELIHARA KEMURNIAN ISLAM

Karena semua hal tadi maka mengingkari bid'ah dan perbuatan bid'ah adalah tindakan yang dapat menjaga kemurnian Islam hingga saat ini sehingga Islam tidak mengalami distorsi dan adisi seperti yang dialami oleh agama-agama yang lain.

Benar di kalangan kaum muslimin terjadi banyak perbuatan bid'ah dan pihak-pihak yang menciptakan bid'ah, yaitu orang-orang jahil yang tidak mempunyai ilmu agama dan memberikan pengajaran agama dengan tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan, namun di sepanjang masa selalu timbul tokoh di kalangan umat Islam yang memperbarui agama mereka.[41] Selalu ada tokoh-tokoh yang menghidupkan Sunnah dan mematikan bid'ah.[42] Sehingga, setidaknya, Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. tetap dapat diketahui dengan jelas dan umat ini tidak sampai bersepakat dalam kesesatan;[43] atau mengakui bid'ah, atau perbuatan bid'ah itu berubah menjadi bagian agama Islam.

Pengingkaran bid'ah itulah yang menjaga rukun-rukun pokok Islam. Bilangan kewajiban shalat tetap terjaga sebanyak lima waktu hingga saat ini, berikut ketentuan waktu dan aturan pelaksanaannya. Pelaksanaan ibadah puasa tidak dipindahkan dari bulan Ramadhan, tidak seperti yang dilakukan oleh Ahli Kitab yang memindahkan waktu pelaksanaan puasa mereka. Dan, waktunya pun tetap dari fajar hingga tenggelamnya matahari. Tata laksana ibadah haji juga tetap seperti itu. Demikian juga aturan zakat tetap seperti sediakala. Pokok-pokok utama Islam tetap terjaga keautentikannya, meskipun telah terjadi banyak bid'ah dan beragam penyimpangan pemikiran di sepanjang masa.

Yang menjaga semua hal tadi adalah prinsip ini, yaitu bid'ah merupakan perbuatan yang tertolak dalam pandangan Islam. Dengan demikian, Islam adalah agama yang agung dan logis, sesuai dengan alur postulat logika yang benar. Lantas, setelah agama ini melewati masa empat belas abad, jika kita menemukan seseorang menulis sebuah artikel dan berkata, "Mengingkari bid'ah dan membenci sesuatu yang baru, apakah sikap islami atau sikap jahiliah?" Apa yang kita akan katakan kepada orang itu?

Perhatikanlah taktik pengelabuan dalam penulisan judul artikel itu. Di situ, kata "pengingkaran bid'ah" disejajarkan dan disandingkan dengan "membenci hal-hal baru", Subhanallah
 
Padahal, siapa yang pernah berkata bahwa mengingkari bid'ah berarti membenci segala hal yang baru? Kaum muslimin, baik itu kalangan pengikut Sunnah maupun pembuat bid'ah, semuanya mempergunakan hal-hal baru. Bahkan, orang-orang yang amat mengikuti Sunnah, mereka mengendarai mobil, mempergunakan telepon, berbicara dengan mikropon, menaiki pesawat, dan sebagainya. Namun, tidak ada yang mengatakan bahwa menaiki pesawat dan sebagainya itu adalah bid'ah dan kita harus mengendarai unta, seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi wassalam..

Lantas, apa makna redaksi "mengingkari bid'ah dan membenci hal-hal baru, apakah sikap islami atau jahiliah?" Itu adalah sebuah taktik pengelabuan yang vulgar, yang menjadi tertawaan orang. Orang yang menulis artikel itu secara implisit berkata bahwa Islam itu sendiri adalah suatu bid'ah terhadap kejahiliahan. Maka, jika kita mengikuti alur logika ini -- atau pengingkaran terhadap bid'ah -- maka kita juga harus mengingkari Islam, sebagaimana orang-orang jahiliah mengingkari Islam. Karena, bagi orang-orang jahiliah itu, Islam adalah sesuatu yang baru.

Subhanallah! Kejahiliahan itu sendiri sebenarnya suatu bid'ah, yaitu bid'ah yang diperbuat oleh orang-orang jahiliah terhadap agama. Mereka menyelewengkan agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s. dengan bid'ah-bid'ah yang mereka ciptakan itu. Karena, agama Nabi Ibrahim a.s. pada dasarnya adalah agama yang hanif, "Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus (hanif) lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik." (Ali Imran [3]: 67)

Namun, orang-orang jahiliah kemudian menambahkan bid'ah-bid'ah baru dalam agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim a.s.. Tentu saja bid'ah yang mereka ciptakan itu ditujukan untuk berlebih-lebihan dalam beribadah. Saat mereka menyembah berhala, apa tujuan mereka menyembah berhala-berhala itu? Mereka berkata, "..Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya."(az-Zumar: 3)

Orang-orang jahiliah yang menambahkan praktek-praktek baru dalam pelaksanaan ibadah haji (diantaranya berthawaf dengan bertelanjang tanpa pakaian sehelaipun), maka mengapa mereka melakukan hal itu? "Kami tidak boleh berthawaf dengan memakai pakaian kami karena kami telah melakukan maksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala saat mengenakan pakaian itu." Oleh karena itu, merekapun kemudian berthawaf dengan bertelanjang bulat.

Keburukan dan kebobrokan jahiliah, pada dasarnya diciptakan oleh praktek perbuatan bid'ah dalam agama yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala melalui kitab-kitab suci-Nya dan para rasul-Nya yang memberikan berita gembira dan ancaman. Kemudian, Islam pada hakikatnya adalah suatu gerakan kembali ke asal, yaitu ke agama fitrah yang difitrahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala bagi seluruh manusia. Ia adalah agama yang diserukan oleh Ibrahim a.s., 
 
"Dan, siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?" (QS an-Nisaa' [4]:125)

Sebenarnya, seluruh redaksi yang ditulis oleh penulis artikel itu hanyalah berisi kesalahan-kesalahan semata. Namun demikian, saya ingin membicarakan masalah ini hingga tuntas sehingga kita dapat menangkap pemahaman yang jelas dan benar tentang sunnah dan bid'ah.
 


PREV                                  HOME                                   NEXT


CATATAN KAKI
[38] Sanadnya hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Al Musnad, juga Ath Thabari, Al Hakim, ia juga mensahihkannya, dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Lihat: Syarh as Sunnah, al Baghawi, tahqiq: Asy-Syawisy dan al-Arnauth:l/196-197, hadits 97.
[39] Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengajarkan sahabatnya dengan alat peraga, dan salah satu alat peraga yang biasa dipergunakan untuk mereka adalah pasir.
[40] Bahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, "Aku tidak bergembira jika seluruh sahabat Rasulallah saw. tidak berbeda pendapat sama sekali. Karena jika mereka tidak berbeda pendapat sama sekali niscaya kita tidak mungkin mendapatkan rukhshah (keringanan)."
[41] Dari Abi Hurairah r.a. ia meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda, "Allah akan mengutus bagi umat ini pada setiap awal seratus tahun seseorang yang akan memperbarui agamanya." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Hakim, al-Baihaqi dan selainnya, serta disahihkan oleh al-Iraqi dan as-Suyuthi. Yang dimaksud dengan pembaruan agama, seperti disinyalir dalam hadits itu, adalah pembaruan pemahaman terhadapnya, serta keimanan dan beramal dengannya. Dr. Yusuf Qardhawi telah menjelaskan panjang lebar tentang hadits ini dalam bukunya min Ajli Shahwahtin Raasyidah, Tujaddiduddiin wa Tanhadhu bid-Dunya, hlm. 936, al-Maktab al-Islami, Beirut; diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Membangun Masyarakat Baru, Gema Insani Press, 1997.
[42] Ibnu Jarir, Tammam dalam Fawa'id-nya, Ibnu Adi dan lainnya meriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam. hadits, "Ilmu ini akan dijunjung oleh orang yang mencermati musuh kecenderungannya (pembuat bid'ah). Ia akan melenyapkan penyelewengan orang-orang yang melakukan kesesatan dalam agama, kecenderungan orang-orang yang membuat kebatilan, dan takwil orang-orang bodoh." Lihat syarah-nya dalam al-Madkhal li Dirasat as-Sunnah an-Nabawiyah, Dr. Yusuf al-Qardhawi, hlm. 95-98.
[43] Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda, "Allah SUBHANAHU WA TA’ALA tidak akan mengumpulkan umatku -- atau umat Muhammad saw. -- dalam kesesatan. "Tangan Allah bersama jamaah. Siapa yang menyempal dari jamaah maka ia menyempal ke dalam neraka." Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia menilainya sebagai hadits gharib, serta diriwayatkan oleh al-Hakim dengan redaksi sejenis. Lihat ash-Shahwah al Islamiah, baina al-Ikhtilaf al-Masyru' wa at-Tafarruq al-Madzmum, Dr. Yusuf al-Qardhawi, hlm. 25, Muassasah ar-Risalah, Beirut.




0 KOMENTAR:

Tulis Komentar