Saudaraku Rahimakumullah,
Betapa penting ungkapan tauhid ini, sehingga di dalam al-Qur’an ditemukan istilah ini sebanyak 23 nama padanan (sinonim) kata al-Tauhîd yaitu:
- kalimah al-ikhlâsh pada QS. al-Zumar [39]:2-3.
- kalimah al-Ihhsân pada QS al-Rahman [55]:60.
- kalimah al-‘Adlu ini dapat dipahami dari QS. al-Nahl [16]:90.
- kalimah al-Thayyibah, pada QS. Ibrâhim [14]:24.
- kalimah al-Tsâbitah, pada QS. Ibrâhim [14]:27.
- kalimah al-Taqwâ pada QS. al-Fathh [48]:26
- kalimah al-Sidq, ini dipahami dari QS. al-Zumar [39]:33.
- kalimah al-Thayyib min al-Qaul, pada QS. al-Haj [22]:24-.
- kalimah al-Bâqiyah, pada QS. al-Zukhruf [43]:28.
- kalimatullâh al-‘Ulyâ, pada QS. al-Taubah [9]:40.
- kalimah al-Matsalu al-A’lâ pada QS. al-Nahl [16]:60.
- kalimah al-Sawâi, pada QS. Ali Imran [3]:64.
- da’wah al-haq, pada QS. al-Ra’du [13]:14.
- kalimah al-‘Ahdi, pada QS. Maryam [19]:87.
- kalimah al-istiqâmah, pada QS. Fusshilat [41]:30.
- maqâlidu al-Samâwâti wa al-Ardh, pada QS. al-Zumar [39]:63.
- al-Qaul al-Sadîd, pada QS. al-Nisâ [4]:9; al-Ahzab [33]:70.
- kalimah al-Birri, pada QS. al-Baqarah [2]:177.
- al-din al-Khâlish, pada QS. al-Zumar [39]:3;
- al-Shirât al-Mustaqîm, pada QS. al-An’âm [6]:153; al-Syura [42]:52-53.
- kalimah al-Haq, pada QS. al-Zukhruf [43]:86.
- al-‘Urwah al-Wutsqâ, pada QS. al-Baqarah [2]:256;
- kalimah al-Nazâh, tidak akan selamat dari siksa Allah kecuali bersama Allah, pada surah al-Nisâ [4]:28; surah Luqmân [31]: 13 .
Selain kalimah tauhid di atas, puncak dari tauhid terkandung dalam surah yang terkenal yaitu surah al-Ikhlâs seperti berikut:
Di kalangan mufassir (ahli tafsir), surah ini juga dinamakan surah al-Tauhid. Adapun terjemahan kata ahad dalam surah al-Ikhlas, penulis terjemahkan sebagai “satu yang tidak ada duanya” sehingga kalau diterjemahkan dengan ‘esa’ ini tidak cocok, karena jika ada esa, akan ada dwi, tri, dan seterusnya; jika diterjemahkan ‘satu’ juga tidak cocok karena satu ada dua, tiga, empat, dan seterusnya. Jika diterjemahkan ‘tunggal’ atau single, juga kurang cocok karena ada double, tripple, dan seterusnya. Tentang ini dapat dilihat dan dibaca pada tafsir Mahâsin al-Takwîl oleh Imam al-Qasimi, surah al-Ikhlas.
Dari aspek dasarnya, tauhid terdiri dari:
- TAUHID AL-ILMI, yaitu meng-esa-kan pemahaman yang bersifat berita yang diyakini. Keyakinan itu mencakup penetapan sifat-sifat kesempurnaan Allah SWT dan mensucikan-Nya dari penyerupaan dan penyetaraan dengan apa pun selain-Nya dan daris ifat-sifat kekurangan. · Tauhid ini tergambar dengan jelas dalam al-Qur’an surah al-Tauhid (al-Ikhlas). Tauhid tingkat ini adalah teoritis.
- TAUHID AL-AMALI, yaitu meng-esa-kan Allah dalam beribadah. Artinya, semata-mata hanya menghamba kepada-Nya, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun dan dengan sesuatu apapun, meng-esa-kan dalam mencintai-Nya, ikhlas untuk-Nya, takut (khauf) hanya kepada-Nya, berharap (raja’) dan tawakkal hanya kepada-Nya serta rela (ridha) dengan-Nya sebagai Rab (Pencipta, Pengatur, Pemelihara, Pemimpin).
Tauhid semacam ini tersimpul dalam satu surah yang juga terkenal dikalangan mufassir surah al-Tauhid yaitu ‘surah al-Kâfirun’.
Tauhid al-‘amali disini ditekankan pada bidang praktis, baik dalam shalat, dzikir, doa, tawakkal dan sebagainya.
Sebelum melangkah lebih jauh pada pohon ma’rifat yang kedua dan ketiga, terlebih dahulu mari kita simak pandangan para ulama ‘irfân/ahli ma’rifatulâh tentang tauhid.
Dzun Nûn al-Mishri misalnya ditanya tentang tauhid, maka beliau berkata:
“Hendaklah engkau ketahui bahwa kekuasaan Allah terhadap makhluk itu tanpa ada campur tangan orang luar. Ciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tanpa bantuan orang lain, langsung atau tidak langsung segala yang ada, adalah ciptaan-Nya, ciptaan-Nya pun tidak ada yang cacat. Setiap yang terproyeksi dalam gambaran jiwamu tentang Allah, maka Dia berbeda.”
Yusuf ibnu Husain berkata: "Tauhidnya orang khusu' yaitu tauhidnya itu total dengan bathin, dimanifestasikan dengan hati, seakan-akan ia berdiri di sisi Allâh SWT mengikuti aliran yang berlaku dalam aturan-Nya dan hukum-hukum kudrat-Nya, mengarungi lautan fana dari dirinya, hilangnya rasa karena tegak-Nya al-Haq yang Maha Suci dan Luhur dalam kehendak-Nya”
Apakah makhluk itu, dan apa pula surga atau neraka itu?
Dan siapakah selain Allah itu?
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan mereka tidak diperintah melainkan supaya menyembah Allah, serta mengikhlaskan agama bagi-Nya (beribadat dengan mengharapkan keridhaan-Nya).” (QS al-Bayyinah :5) .
Sahabatku rahimakumullah,
Dahan pohon ma’rifat yang kedua adalah al-Tajrîd.
Dilihat dari asal kata al-tajrîd , ia terdiri dari tiga huruf; ja, ra dan da yang fi’il madhinya berasal dari kata jarrada—yujarridu—tajrîdan yang berarti menyongsong, menurunkan, menelanjangi.
Skema tersebut menggambarkan sepertiga dari kandungan al-Qur’an ialah Ikhlas dalam Aqidah yang terkenal dengan kata tauhid, lawannya Syrik. Orang yang syirik dinamakan musrik; sedangkan ikhlas dalam niat lawannya Riya’ (unsur mata), ‘Ujub (kebanggaan hati) dan Sum’ah (unsur telinga), sedang Ikhlas dalam amal lawannya Bid’ah. Hal ini akan dibahas dalam kulliah al-Tazkiyah.
Para ulama “irfan (ahli ma’rifat) mengartikan ikhlas dengan menjadikan Allah SWT. sebagai satu-satunya sesembahan atau obyek pengabdian. Sikap ta’at dimaksudkan adalah taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya dengan mengesampingkan makhluk lain, yang biasanya dimaksudkan untuk memperoleh pujian ataupun penghormatan dari manusia , atau unsur-unsur lain selain taqarrub kepada Allah semata. Dapat dikatakan, ikhlas dalam amal berarti mensucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk, atau melindungi diri sendiri dari urusan kepentingan individu-individu manusia.
“Barangsiapa yang memilah-milah-NYA, maka sesungguhnya dia tidak mengenal-NYA. Barangsiapa yang tidak mengenal-NYA, maka dia akan melakukan penunjukan kepada-Nya. Barangsiapa yang melakukan penunjukan kepada-Nya, maka dia telah membuat batasan tentang-NYA. Dan barangsiapa yang membuat batasan tentang-Nya, sesungguhnya dia telah menganggap-Nya berbilang”.
Dengan ikhlas, baik dalam aqidah, dan niat serta amal aktivitas, maka seseorang itu akan mampu fanâ,tenggelam dalam lautan Rububiyah dan Uluhiyah-Nya sebagai inti dan hakekat al-tajrîd .
Jika al-tauhid dinamakan qath’u al-andâd (atau ‘adad) berarti memutus keterbilangan Allah SWT., maka al-tauhid dinamakan qath’u al-asbâb yaitu memutuskan segala sebab.
Adapun al-tafrîd karena ia dinamakan qath’u al-jam’i yaitu memutuskan bentuk jama’ (plural/keterbilangan). Seperti halnya istilah fanâ yaitu melepaskan diri dari ruang dan waktu dan tenggelam bersama Allah SWT. Dapat juga diartikan berkhalwat dengan Allah, yaitu ber-dua-duaan dengan-Nya. 3)
Sedangkan dahan ketiga adalah al-Tafrid.
Dari istilah ini lahir kata mufrad (tunggal) lawan dari jama’ (banyak). Kemudian ‘ain fi’il disyaddah, maka bentuknya berubah menjadi farrada – yufarridu – tafrîdan. Maksud kata al-tafrid disini adalah pengosongan diri dalam menempuh perjalanan menju Allah tanpa washilah (perantara).
- Al-khauf (takut) yaitu hanya takut kepada Allah baik lahir maupun bathin;
- Al-thâ’ah (taat) yaitu senantiasa taat dan patuh hanya kepada Allah semata;
- Al-wara’ (wara) yaitu menuju Allah SWT., dengan membelakangi segala urusan lain;
- Al-ikhlâsh" (ikhlas) yaitu khlas kepada Allah baik di dalam niat, ucapan, maupun perbuatan.
- Al-murâqabah (kontemplasi) yaitu pengawasan diri dalam segala lintasan batin dan seluruh manifestasi hidupnya, dimana merasakan sepenuhnya kehadiran Allah SWT dan pengawasannya karena Allah SWT melampaui segenap ruang dan waktu.
Semua permasalahan di atas, selanjutnya akan dibahas secara bertahap dan mendalam pada pembahasan berikutnya. Insya Allah.-
“Segala puji bagi ALLAH Yang "ADA" sebelum adanya Kursi atau Arsy, langit atau bumi, jin atau manusia. ~ DIA tidak dapat dicapai dgn khayalan, tidak dapat di duga dgn pemahaman, tidak dapat dicapai dengan indera, dan tidak dapat pula dibandingkan dengan manusia. ~ DIA Satu tidak dengan bilangan [AHAD], Kekal tidak dengan masa, dan Berdiri tidak dengan penyangga.~
“Wahai Dzat Yang Maha Esa, murnikanlah ketauhidanku untuk-Mu. Selamatkanlah kami dari makhluk. Murnikanlah kami untuk-MU. Benarkanlah pengakuan kami dengan bukti kemurahan-Mu dan rahmat-Mu. Perbaikilah hati kami, mudahkanlah urusan kami, dan jadikanlah kesukaan kami dengan Engkau, kegelisahan kami dengan selain Engkau. Jadikanlah cita-cita kami hanya satu, yaitu Engkau dan berdekatan dengan-Mu di dunia maupun di akhirat. "
“Ya Allah, terimalah taubatku dan taubat mereka. Jauhkanlah kami dari nafsu kami, berilah manfaat pada sebagian kami dengan sebagian yang lain.Ya Tuhan kami, masukkanlah kami kedalam rahmat-Mu. Ya Tuhanku, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. ~ Amiin."
[Dipetik dari tulisan: ~ al-Ustadz KH.Muhtar Adam Fadhlulah Muh.Said; dalam bukunya: “Ma’rifatullah”]
0 KOMENTAR:
Tulis Komentar