BAB - IV
MENGHARAMKAN YANG HALAL
PENYEBAB TIMBULNYA KEJAHATAN
DI
ANTARA hak Allah sebagai Zat yang menciptakan manusia dan pemberi
nikmat yang tiada terhitung banyaknya itu, ialah menentukan halal dan
haram dengan sesukanya, sebagaimana Dia juga berhak menentukan
perintah-perintah dan syi'ar-syi'ar ibadah dengan sesukanya. Sedang
buat manusia sedikitpun tidak ada hak untuk berpaling dan melanggar.
Ini
semua adalah hak Ketuhanan dan suatu kepastian persembahan yang harus
mereka lakukan untuk berbakti kepadaNya. Namun, Allah juga
berbelas-kasih kepada hambaNya. Oleh karena itu dalam Ia menentukan
halal dan haram dengan alasan yang ma'qul (rasional) demi kemaslahatan
manusia itu sendiri. Justeru itu pula Allah tidak akan menghalalkan
sesuatu kecuali yang baik, dan tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali
yang jelek.
Benar!
Bahwa Allah pernah juga mengharamkan hal-hal yang baik kepada
orang-orang Yahudi. Tetapi semua itu merupakan hukuman kepada mereka
atas kedurhakaan yang mereka perbuat dan pelanggarannya terhadap
larangan Allah. Hai ini telah dijelaskan sendiri oleh Allah dalam
firman Nya:
وَعَلَى
الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ
وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلاَّ مَا حَمَلَتْ
ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ
جَزَيْنَاهُم بِبَغْيِهِمْ وِإِنَّا لَصَادِقُونَوَعَلَى الَّذِينَ
هَادُواْ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ
حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلاَّ مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ
الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُم
بِبَغْيِهِمْ وِإِنَّا لَصَادِقُونَ
"Dan
kepada orang-orang Yahudi kami haramkan semua binatang yang berkuku,
dan dari sapi dan kambing kami haramkan lemak-lemaknya, atau (lemak)
yang terdapat di punggungnya, atau yang terdapat dalam perut, atau yang
tercampur dengan tulang. Yang demikian itu kami (sengaja) hukum mereka
lantaran kedurhakaan mereka, dan sesungguhnya Kami adalah yang Maha
benar." (QS al-An'am [6]: 146)
Di antara bentuk kedurhakaannya itu telah dijelaskan Allah dalam surah lain, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
فَبِظُلْمٍ
مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ
لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللّهِ كَثِيراًوَأَخْذِهِمُ
الرِّبَا
وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
"Sebab
kezaliman yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu, maka kami
haramkan atas mereka (makanan-makanan) yang baik yang tadinya telah
dihalalkan untuk mereka; dan sebab gangguan mereka terhadap agama Allah
dengan banyak; dan sebab mereka memakan harta riba padahal telah
dilarangnya; dan sebab mereka memakan harta manusia dengan cara yang
batil." (an-Nisa' [4]: 160-161)
Setelah
Allah mengutus Nabi Muhammad, sebagai Nabi terakhir dengan membawa
agama yang universal dan abadi, maka salah satu di antara rahmat kasih
Allah kepada manusia, sesudah manusia itu matang dan dewasa berfikir,
dihapusnya beban haram yang pernah diberikan Allah sebagai hukuman
sementara yang bermotif mendidik itu, di mana beban tersebut cukup berat
dan menegangkan leher masyarakat.
Kerasulan
Nabi Muhammad ini telah disebutkan dalam Taurat, dan namanya pun sudah
dikenal oleh ahli-ahli kitab, yaitu seperti yang disebutkan dalam
al-Quran:
الَّذِينَ
يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ
مَكْتُوباً عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ
الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ
إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ
"Mereka (ahli kitab) itu mengetahui dia (nama Muhammad) tertulis di sisi mereka dalam Taurat
dan Injil --dengan tugas-- untuk mengajak kepada kebajikan dan
melarang daripada kemungkaran, dan menghalalkan kepada mereka yang
baik-baik, dan mengharamkan atas mereka yang tidak baik, serta mencabut
dari mereka beban mereka dan belenggu yang ada pada mereka." (QS al-A'raf [7]: 157)
Di
dalam Islam caranya Allah menutupi kesalahan, bukan dengan
mengharamkan barang-barang baik yang lain, tetapi ada beberapa hal yang
di antaranya ialah:
- Taubat
dengan ikhlas (taubatan nasuha). Taubat ini dapat menghapuskan dosa
bagaikan air jernih yang dapat menghilangkan kotoran.
- Dengan mengerjakan amalan-amalan yang baik, karena amalan-amalan yang baik itu dapat menghilangkan kejelekan.
- Dengan bersedekah (shadaqah) karena shadaqah itu dapat menghapus dosa, bagaikan air yang dapat memadamkan api.
- Dengan
ditimpa oleh beberapa musibah dan percobaan, dimana musibah dan
percobaan itu dapat meleburkan kesalahan-kesalahan, bagaikan daun pohon
kalau sudah kering akan menjadi hancur.
Dengan
demikian, maka dalan Islam dikenal, bahwa mengharamkan sesuatu yang
halal itu dapat membawa satu keburukan dan bahaya. Sedang seluruh
bentuk bahaya adalah hukumnya haram. Sebaliknya yang bermanfaat
hukumnya halal. Kalau suatu persoalan bahayanya lebih besar daripada
manfaatnya, maka hal tersebut hukumnya haram. Sebaliknya, kalau
manfaatnya lebih besar, maka hukumnya menjadi halal.
Kaidah ini diperjelas sendiri oleh al-Quran, misalnya tentang arak, Allah SWT berfirman:
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ
لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang hukumnya arak dan berjudi, maka
jawablah: bahwa keduanya itu ada suatu dosa yang besar, di samping dia
juga bermanfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada
manfaatnya." (QS al-Baqarah [2]: 219)
Dan
begitu juga suatu jawaban yang tegas dari Allah ketika Nabi Muhammad
ditanya tentang masalah halal dalam Islam. Jawabannya singkat
Thayyibaat (yang baik-baik). Yakni segala sesuatu yang oleh jiwa normal
dianggapnya baik dan layak untuk dipakai di masyarakat yang bukan
timbul karena pengaruh tradisi, maka hal itu dipandang thayyib (baik,
bagus, halal). Begitulah seperti yang dikatakan Allah dalam al-Quran:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
"Mereka
akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa saja yang dihalalkan
untuk mereka? Maka jawablah: semua yg baik adalah dihalalkan buat
kamu." (QS al-Maidah [5]: 4)
Dan firmanNya pula:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ
"Pada hari ini telah dihalalkan untuk kamu semua yang baik." (QS al-Maidah [5]: 5)
Oleh
karena itu tidak layak bagi seorang muslim yang mengetahui dengan
rinci tentang apa yang disebut jelek dan bahaya yang justeru karenanya
hal tersebut diharamkan Allah, kemudian kadang-kadang dia akan
menyembunyikan sesuatu yang mungkin nampak pada orang lain. Sebab
kadang-kadang ada juga sesuatu kejelekan yang tidak tampak pada suatu
masa, tetapi di waktu lain dia akan tampak. Waktu itu setiap mu'min
harus mengatakan Sami'na Wa'athanaa (kami mendengarkan dan kami
mematuhi).
Tidaklah
kamu mengetahui, bahwa Allah telah mengharamkan daging babi, tetapi
tidak seorang Islam pun yang mengerti sebab diharamkannya daging babi
itu, selain karena kotor. Tetapi kemudian dengan kemajuan zaman, ilmu
pengetahuan telah menyingkapkan, bahwa di dalam daging babi itu
terdapat cacing pita dan bakteri yang membunuh.
Kalau
sekiranya ilmu pengetahuan tidak membuka sesuatu yang terdapat dalam
daging babi itu seperti tersebut di atas atau lebih dari itu, niscaya
sampai sekarang ummat Islam tetap berkeyakinan, bahwa diharamkannya
daging babi itu justeru karena najis (rijsun).
Contoh lain, misalnya Hadis Nabi SAW yang mengatakan:
"Takutlah
kamu kepada tiga pelaknat (tiga perkara yang menyebabkan seseorang
mendapat laknat Allah), yaitu: buang air besar (berak) di tempat mata
air, di jalan besar dan di bawah pohon (yang biasa dipakai berteduh)." (Riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)
Pada
abad-abad permulaan tidak seorang pun tahu selain hanya karena kotor,
yang tidak dapat diterima oleh perasaan yang sehat dan kesopanan umum.
Tetapi setelah ilmu pengetahuan mencapai puncak kemajuannya, maka
akhirnya kita mengetahui, bahwa justeru tiga pelaknat di atas adalah
memang sangat berbahaya bagi kesehatan umum. Dia merupakan pangkal
berjangkitnya wabah penyakit anak-anak, seperti anchylostoma dan
bilharzia.
Begitulah,
setelah sinar ilmu pengetahuan itu dapat menembus dan meliputi
lapangan yang sangat luas, maka kita menjadi makin jelas untuk
mengetahui halal dan haram serta rahasia setiap hukum. Bagaimana tidak!
Sebab dia adalah hukum yang dibuat oleh Zat yang Maha Tahu, Maha
Bijaksana dan Maha Berbelas-kasih kepada hambaNya. Yaitu seperti yang
difirmankan Allah dalam al-Quran:
وَلَوْ شَاء اللّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Allah mengetahui orang yang suka berbuat jahat dari pada orang yang berbuat baik; dan jika Allah mau, niscaya Ia akan beratkan kamu, karena sesungguhnya Allah Maha Gagah dan Maha Bijaksana." (QS al-Baqarah [2]: 220)
Sumber: Dr. Yusuf Qaradhawi | Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993 | Digitalisasi: Media Isnet | Index
0 KOMENTAR:
Tulis Komentar